Thursday, April 28, 2011

Kecantikan yang Sempurna

Cantik. Itulah wanita. Namun pada zaman sekarang ini-sadar atau tidak-banyak wanita yang begitu menjunjung tinggi kecantikan fisik belaka. Padahal cantik itu luas artinya. Wanita yang baik hatinya pun termasuk wanita cantik. Lalu bagaimana dengan bedak tebal yang melapisi wajah banyak wanita yang ingin terlihat cantik? Sepicik itukah pikiran wanita di zaman ini?

Tak ada salahnya wanita ingin terlihat cantik secara fisik, namun kekeliruannya adalah ketika cantik fisik menjadi tujuan utama agar terlihat cantik di depan orang lain. Berbagai aspek lain pun seperti dikesampingkan atau bahkan ditiadakan secara sengaja. Misalnya otak. Banyak orang mungkin tidak sadar akan pesona wanita cerdas. Namun itulah sisi cantik yang dikeluarkan melalui pengetahuan-pengetahuan yang luar biasa. Meski terkadang cerdas menjadi hal yang dikesampingkan oleh beberapa wanita namun sesungguhnya cantik fisik yang disertai cerdas pikiran adalah cantik yang hampir sempurna.

Lalu bagaimana cantik yang sempurna? Selain cantik fisik serta cerdas pikiran, sikap dan perilaku juga memiliki andil yang cukup besar. Wanita yang baik hati, mau membantu satu sama lain, serta mampu menghargai sesama akan mudah terlihat cantik daripada wanita yang sebaliknya. Kesempurnaan kecantikan itu yang akan makin terlihat bila disatukan dengan aspek kecantikan yang lain.
Terlepas dari kecantikan pada berbagai aspek, setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. yang harus kita lakukan sesungguhnya mudah. Bukan bagaimana caranya sebaik mungkin menutupi kekurangan yang kita miliki, namun bagaimana caranya sebaik mungkin memunculkan kelebihan yang kita miliki.

Monday, April 4, 2011

Terima Kasih Guruku


    Hari itu, sewaktu aku masih duduk di kelas 4 SD, ada guru baru di sekolahku. Beliau mengajarkan pelajaran menggambar. Pertemuan pertama, Pak Guru meminta kami menggambar apapun yang kami suka. Aku suka menggambar, tetapi tidak begitu pandai melakukannya.  Aku hanya menggambar gunung dan sebuah pohon kelapa. Sebagai pelengkap, aku menambahkan beberapa ekor burung di bagian langitnya. Gambar yang sederhana. Sangat sederhana.
    Pertemuan berikutnya, aku dipanggil ke depan kelas oleh Pak Guru. Aku heran. Semakin heran ketika Pak Guru menyodorkan surat undangan mengikuti lomba melukis ke hadapanku . Tetapi..kenapa harus aku? Gambarku biasa saja. Tidak ada yang menarik. Aku rasa semua anak pun dapat menggambar apa yang aku gambar.
    Aku masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Kalaupun aku mau mengikuti perlombaan itu, hanya karena aku menghormati Pak Guru. Setiap pulang sekolah, Pak Guru melatih aku dan beberapa anak yang nantinya menjadi wakil sekolah dalam perlombaan tersebut. Pak Guru menyiapkan gambar, lalu kami disuruh membuat ulang gambar itu dengan tangan kami sendiri. Lalu kami menghafal gambar serta warnanya. Mudah kan?
    Tak berhenti pada lukis melukis, Pak Guru juga pernah mengajakku untuk mengikuti lomba prakarya tingkat Jabodetabek yang diselenggarakan oleh salah satu merk lem terkenal. Aku membuat sebuah prakarya berupa jam yang terbuat dari bahan yang berasal dari alam seperti daun, kayu, dan lain-lain. Dari pertama aku melihat surat undangannya, aku merasa tidak mungkin memenangkan lomba sebesar ini. Terlalu mustahil di mataku saat itu. Jangankan untuk tingkat Jabodetabek, tingkat kecamatan pun tidak berani aku berharap mendapat juara.
    Hadiah yang diberikan memang sungguh menarik hatiku. Ada piala, piagam, dan sejumlah uang tunai. Saat pengumuman 25 besar, namaku masih termasuk di dalamnya. Tentu saat itu ada harapan yang muncul di celah hati kecilku. Bukan untuk menjadi juara pertama, juara terakhir pun tidak apa bagiku. Hingga saat pengumuman 12 besar, seperti yang ku perkirakan sebelumnya. Aku mungkin belum beruntung kali ini.
    Aku kecewa. Tetapi Pak Guru pasti jauh lebih kecewa. Setelah selesai pembagian hadiah, Pak Guru mengajakku mengambil prakaryaku di ruang panitia. Tidak terlalu sulit menemukannya, karena memang diletakkan persis di depan pintu masuk ruang panitia. Saat aku hendak mengambil prakaryaku, salah seorang panitia menghampiri aku dan Pak Guru. Ia tersenyum dan berkata kepadaku, “Kalau saja diambil 13 juara, punya adik ini juara ke-13 nya. Sayang ya hanya 12 juara. Tetapi jangan sedih, punya adik ini bagus sekali, hanya saja ukurannya terlalu kecil sehingga nilainya sedikit berkurang”. Aku hanya tersenyum. Begitupun Pak Guru.
    Saat perjalanan pulang, Pak Guru selalu mencoba menghiburku. Pak Guru berkata “Wajar dong, kan saingannya banyak banget, kamu juga hebat tuh  juara ke-13”. Pak Guru memang hebat. Setiap mengikuti perlombaan melukis, paling tidak, ada perwakilan dari sekolahku yang membawa pulang piala.
    Sudah hampir 2 tahun Pak Guru mendidik kami di sekolah tersebut. Aku sangat mengagumi Pak Guru yang sabar. Aku mungkin lupa kapan terakhir kali aku bertemu Pak Guru. Tetapi yang tidak mungkin aku lupa hingga saat ini, suasana Sabtu pagi itu terasa begitu mengerikan. Pak Guru meninggal dunia. Beliau menderita penyakit komplikasi.
    Satu penyesalanku sampai saat ini, ketika Pak Guru lama tidak tampak di sekolah saat itu, aku tidak berusaha mencari tahu kabar beliau. Terakhir kali aku berkunjung ke SD ku, masih terpampang jelas lukisan karyaku, lukisan pertamaku bersama Pak Guru. Bahkan masih terbayang saat-saat aku membuat lukisan itu. Terima kasih Pak Guru, singkatnya pertemuan denganmu begitu memberikan ilmu yang luar biasa bagiku. Terima kasih Pak Guru mengajarkanku tetap bersemangat melakukan sesuatu. Terimasih Pak. Terima kasih guruku...