Sunday, March 20, 2011

IPUNG

IPUNG, sebuah novel karangan Prie GS ini mampu membuat saya berimajinasi menghadirkan tokoh Ipung dalam kehidupan nyata. Novel yang bernafaskan cerita remaja SMA ini bukan hanya memberikan hiburan, tetapi juga motivasi pembangkit kepercayaan diri kepada pembacanya.

Dalam novel ini, tokoh Ipung digambarkan sebagai sosok yang tidak memiliki kelebihan secara fisik, namun wataknya begitu memesona banyak orang. Ipung yang berasal dari daerah pedalaman Solo kemudian melanjutkan sekolahnya di kawasan mewah kota Semarang. Perubahan lingkungan dan gaya hidup ini tetap tidak merubah watak Ipung yang apa adanya. Ia tak malu mengakui kondisi ekonomi keluarganya yang memang jauh berbeda dengan teman-teman di lingkungan sekolahnya tersebut. 

Seperti petikan perkataan Wuryanto, Paman Ipung : 

"Soedirman itu jenderal, Soeharto juga jenderal. Keduanya dari desa. Soekarno itu presiden, Susilo Bambang Yudhoyono juga presiden. Keduanya juga dari desa. Mereka semua, asalnya dari desa. Kesimpulannya, semua orang hebat adalah wong ndeso. Karena itu kamu jangan minder, meskipun kamu wong ndeso."

Walaupun saya berasal dari Jakarta, saya mengakui memang banyak orang hebat yang berasal dari desa. Mungkin karena orang desa memiliki semangat untuk maju yang lebih besar dibandingkan orang kota. Seperti Ipung.

Ketika ada seseorang yang mampu menarik perhatian orang lain karena penampilan fisik, itu merupakan hal yang biasa. Tetapi, ketika seseorang yang tidak memiliki kelebihan fisik namun mampu menarik perhatian orang lain, itu yang disebut luar biasa. Ipung lah orang yang luar biasa itu. Ia berhasil menaklukan hati seorang gadis yang begitu cantik dan kaya raya yang bernama Paulin. Kisah cinta mereka pun berjalan penuh liku. Perbedaan status sosial lah penyebab utamanya. Bukan hanya orang tua Paulin, teman-teman Paulin pun merasa ada ketidakcocokkan antara Ipung dengan Paulin. Sejak itulah timbul banyak masalah di dalam kehidupan Ipung. Mulai dari sepedanya yang dirusak Gredo hingga fitnah dari sekelompok orang yang ditujukan kepadanya.

Semua masalah dihadapi Ipung dengan begitu santai.  Sangat santai. Karena itulah, ada sekelompok orang yang merasa perlu menguji sikap santai Ipung tersebut. Mereka menggunakan segala cara untuk mempermalukan Ipung di depan orang banyak. Tujuan kelompok tersebut adalah agar Ipung merasa minder dengan keadaan dirinya sendiri.

Sabar memang tidak ada batasnya, namun kesabaran seorang manusia terbatas. Masalah  yang datang terus menerus, memaksa Ipung untuk berbicara tentang isi hatinya yang selama ini ia tutupi dengan sikap santainya. Beginilah petikan penggalan isi hati Ipung yang  ia ungkapkan di depan teman-temannya, 
"Saya minder dengan keluarga Paulin. Sangat minder! Rumahnya sangat luas. Sangat besar. Saya tidak tahu bagaimana rumah itu dibangun. Berapa tukang yang harus dikerahkan. Saya bayangkan kalau rumah itu dipetak-petak menjadi tipe 21, pasti akan terkumpul seratus buah rumah. Jauh lebih banyak pembantu Paulin ketimbang anggota keluarga yang tinggal di dalamnya. Saya grogi berat......"

Kurang percaya diri memang sangat manusiawi. Ipung pun merasakannya, namun yang terpenting baginya adalah dengan berperilaku selayaknya orang biasa. Tak perlu minder dengan kekurangan yang dimiliki.

Sebagai penutup, saya kembali mengutip penggalan kalimat motivasi pembangkit kepercayaan diri dari Ipung,

"Aneh kalau kemiskinan saya harus dibuktikan. Dari dulu saya ke sekolah naik sepeda,  sedangkan Gredo, dia naik mobil tapi dengan orang bersepeda saja iri! Saya marah karena hak saya diganggu. Kaya atau miskin, rasanya kita punya hak yang sama untuk marah. Saya tidak melihat alasan harus menahan marah karena kemiskinan."

Sungguh menyentuh hati. Semoga bisa memotivasi semua orang yang membaca tulisan saya ini.